Rabu, 31 Desember 2008

Memahami Makna Kehidupan

DIPUBLISH OLEH arifiyah PADA TANGGAL 20 Aug 2007KATEGORI: Tazkiyatun Nafs
Ada sebuah cerita fiktif. Ada seorang pemuda pekerjaannya mencari kayu bakar di hutan. Suatu saat tanpa terasa sang pemuda terlalu masuk ke dalam hutan. Tiba-tiba dia bertemu seekor harimau. Seketika pemuda tersebut lari berbalik arah menuju kampungnya. Malang tak dapat di tolak sang pemuda tadi terperosok ke dalam sebuah lubang seperti sumur di pinggiran kampunya.
Beruntung pemuda tersebut tidak jatuh ke dasar sumur, karena adanya akar-akaran pohon yang menahan tubuhnya. Untuk sesaat sang pemuda tadi bernafas lega tidak jatuh ke dasar sumur dan lolos dari cengkeraman harimau. Sang pemuda mencoba naik kembali ke permukaan sumur, akan tetapi dia tidak jadi melakukannya karena sang harimau masih menunggu di atas sumur.
Tanpa sadar dia melihat ke dasar sumur, alangkah terkejutnya dia ketika melihat dasar sumur di penuhi oleh ular berbisa. Seandainya dia jatuh maka dia akan digigit ular berbisa, seandainya naik ke atas maka akan di makan harimau. Yang bisa dilakukan hanyalah menunggu dan berdoa.
Yang lebih mengejutkan lagi ternyata akar-akar yang menahan tubuhnya sedang digerogoti oleh binatang pengerat semacam tikus. Pada sisi kanan Tubuhnya sejenis binatang pengerat yang dominan berwarna hitam menggerogoti akar tersebut, sedang pada sisi kirinya binatang pengeratnya berwarna putih ( seperti hamster ).
Sang Pemuda semakin panik. Kalaupun dia tetap diam, akar-akar an pohon yang menahan tubuhnya pasti lama kelamaan akan putus karena dimakan tikus-tikus tersebut dan tubuhnya bisa terhempas ke dasar sumur di mana ular-ular berbisa sedang menunggunya.
Dia merasa sudah tiada lagi yang bisa dia lakukan. Tiba-tiba di atas sumur dia melihat adanya pohon yang rindang. Di dahan pohon tersebut nampak sarang lebah. Madu dari sarang lebah tersebut menetes ke dalam sumur.
Karena sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan, Sang pemuda tersebut mengambil tetesan madu tersebut dan menjilatnya. Seketika dia merasakan lezat yang luar biasa. Dalam hitungan beberapa detik dia merasakan suatu kenikmatan yang luar biasa, sehingga dalam sesaat dia melupakan bahaya-bahaya yang sedang mengancamnya. Selama beberap detik dia lupa harimau di atas sumur, ular di dasar sumur dan tikus yang ada di sampingnya, sesaat dia melupakan semua itu.
Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah di atas. Harimau menggambarkan malaikat maut yang selalu mengintai kita. Ular menggambarkan siksa kubur yang sewaktu-waktu menanti kita. Tikus hitam dan tikus putih menggambarkan siang dan malam hari yang menggerogoti umur kita hari demi hari menuju kematian. Madu yang setetes menggambarkan kenikmatan dunia yang sedang kita nikmati sekarang. Kenikmatan harta, istri anak, jabatan, kekuasaan dll. Kenikmatan dunia yang sedikit dan sebentar ini ternyata mampu melupakan dan melalaikan kita semua. Melupakan adanya kematian dan siksanya yang menunggu kita.
Kita disibukan oleh urusan dunia sehingga melupakan belajar ilmu syar’i sebagai bekal kita di waktu yang abadi nanti. Asyik bekerja, menumpuk harta, memperindah fisik, terobsesi dengan pangkat dan jabatan, memperindah alat dan kendaraan-kendaraan yang kita miliki. Mengejar gelar dengan orientasi yang tidak jelas, pongah apabila memiliki gelar, tersiksa bila tidak memilikinya. Rutinitas dan kesibukan tersebut bahakan kadang-kadang membuat hati kita menjadi keras, na’udzubillah (kita berlindung kepada Allah) . Celakanya lagi pada puncaknya kesibukan itu kadang membuat kita merasa tidak mempunyai kelemahan dan kekurangan. Memandang sesuatu hanya dengan kalkulasi Cost Benefit. Masyarakat menjadi masyarakat yang tamak Greedy Society. Economic Value menjadi jargon yang senantiasa dijunjung tinggi. Sehingga jejak-jejak makna spiritual menjadi kabur dan menghilang. Kita seperti robot-robot yang berjalan, tanpa ruh. Kita seperti mayat-mayat hidup. Nampak seperti hidup tapi sebenarnya sudah mati sisi ruhiyahnya.
Kita semua paham semewah-mewah mobil yang kita miliki, tetap saja kendaraan masa depan kita nantinya hanyalah berupa keranda (kereta jenazah) yang beroda manusia. Sebanyak-banyak apapun rumah yang kita miliki, tetap saja rumah masa depan kita hanya berupa rumah tipe 21 (dua kali satu meter) berupa kuburan. Setinggi apapun jabatan dan pangkat kita, seterkenal apapun kita, maka biografi kita hanya lah berupa batu nisan yang menuliskan nama, tanggal lahir dan tanggal wafat kita.
Hidup ini hakikatnya adalah satu tarikan nafas dan satu hembusan nafas. Bila salah satu tidak bisa kita lakukan maka pada hakikatnya eksistensi kita sudah tiada lagi. Dan itu semua bisa terjadi sewaktu-waktu. Tidak ada yang bisa memberikan jaminan bahwa kita masih bisa menyaksikan terbitnya matahari dari timur besok pagi.
Taruhlah umur kita sekarang 30 tahun. Kalau seandainya Allah ijinkan kita hidup sampai 60 tahun, maka sisa umur kita tinggal 30 tahun. Satu tahun ada 365 hari, maka umur kita tinggal 30 x 365 hari. Total hari yang tersisa adalah 10.950 hari lagi. Sangat sedikit sekali waktu yang tersisa.
Untuk itu sebagai seorang muslim selayaknyalah kita bergegas. Hidup kita hanya sementara, sebentar sekali, maka jadikanlah seluruh aktifitas kehidupan kita yang teramat singkat ini sebagai sesuatu yang senantiasa menimbulkan kebaikan. Senantiasa menyibukkan diri dengan belajar ilmu syar’i dan hal yang bermanfaat lainnya, sebagai bentuk pengamalan dari hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam: “Tanda kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfa’at” (Hasan, Riwayat Tirmidzi) .-dari berbagai sumber-

-->
5 Responses to “Memahami Makna Kehidupan”
on 22 Sep 2007 at 1:27 pm kurogatsu
…seorang pemuda mendengar kisah tentang seorang bijak yang hidup di sebuah kita di pulau lain. jauh dari desa tempat ia tinggal.
semangat membara. ia menempuh ribuan mil. mengarungi lautan. menmpuh jalan tejal untuk menemui sang bijak.
lelah, kecapaian, ia sampai di gerbang kota tempat sang bijak tinggal. kota itu besar sekali. tampak sanget mengagumkan bagi pemuda itu yang sebelumnya tinggal di desa.
ia menemukannya. tempat tinggal sang bijak. salam, lalu melangkah masuk. menemui sang bijak yang duduk di tengah ruangan.
mendekat, lalu bertanya pada sang bijak. “beritahukan padaku rahasia kebahagiaan hidup…”
sang bijak hanya memberinya sebuah sendok, berisi minyak. lalu berpesan, “pergilah engkau mengelilingi kota. tapi jangan sampai minyak itu tumpah. setelah satu jam, kembalilah kesini….”
si pemuda patuh melaksanakan perkataan sang bijak. ia berjalan, pelan, terus memandangi sendok di tangannya. setelah satu jam, ia kembali.
sang bijak bertanya, “…ceritakan padaku, bagaimana keindahan kota ini…” pemuda hanya tertunduk dan menjawab, “…aku tak sempat menikmati keindahan kota ini, perhatianku hanya tertuju pada sendok di tanganku…”
sang bijak kembali memberikan sendok kecil berisi minyak. kembali berpesan,” pergilah selama satu jam, lalu kembali dengan minyak ditanganmu. tapi kali ini nikmatilah keindahan kota ini…”
pemuda kembali berkeliling kota. tertegun ketika melihat air mancur di tengah kota. bunga yagn merekah di taman. pohon rindang di tepi danau kecil di pinggir kota. setelah satu jam, ia kembali.
sang bijak bertanya, “ceritakan padaku bagaimana keindahan kota ini…” pemuda lalu bertutur tentang apa yang dilihatnya satu jam lalu. sang bijak kembali bertanya, “perlihatkan padaku munyak di sendok kecil yang aku titipkan padamu…” sang pemuda kembali tertunduk. ketika ia melihat minyak itu tidak lagi di tempatnya.
sang bijak berucap pelan, “…itulah rahasia kebahagiaan hidup. kau berkeliling memandangi seisi kota, namun tiada kehilangan minyak di sendok kecilmu…”
…blastoMETAMORPHOZE…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kasih koment dunk